Kamis, 06 Agustus 2009

Salah informasi dan bahasa Jawa kini

Sejak bekerja di Jakarta, ada pengalaman lucu dan sebenernya membuat gw sedih juga. Ini terjadi karena gw bekerja di sebuah perusahaan Indonesia yang terafiliasi dengan perusahaan asing. Jadi mau tidak mau perusahaan gw pake nama asing. Untuk kita yang pernah belajar bahasa Inggris, mengucapkan nama-nama asing mungkin tidak terlalu sulit meskipun lidah agak keseleo-keseleo dikit.

Parahnya orang tua gw yang sama sekali awam dengan bahasa ini, merasa sengsara kalau ditanya dimana gw bekerja "Pak, sakmeniko yoga panjenengan nyambut damel wonten pundi?" dengan terbata-bata bokap pasti hanya menjawab dengan singkatan nama perusahaan yang terlalu sulit diucapkan kepanjangannya. Singkatan nama itu kalo diucapkan dengan lidah Jawa yang kental akan terdengar seperti sebuah merek alat elektronik Jepang. Alhasil tetangga di kampung mengira gw kerja di sebuah pabrik elektronik Jepang :-(

Sebagai orang Jawa yang kental dengan nuansa kejawen, orang tua memang sangat menjunjung tinggi pemakaian bahasa daerah ini dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai orang Jawa tulen, orang tua sebenarnya mengajarkan unggah-ungguh bahasa Jawa yang terkenal dengan tingkatannya sesuai usia dan posisi sosial dimasyarakat bagi yang berbicara dan yang diajak bicara. Tapi dalam kenyataannya gw bahkan hanya pake bahasa ngoko alus kepada orangtua, sesuatu yang sebenarnya dianggap sebagai kedurhakaan. Orang tua menganggap hal itu biasa-biasa saja tapi tidak kalau gw bicara sama orang lain. Jawa kromo (halus) yang tetap harus dipake. Sialnya, karena terlalu sering ngomong ngoko (kasar), gw jadi kagok kalo ngomong dengan orang yang lebih tua. Gw pernah ada pengalaman salah bicara sama teman ibu, yang dikemudian hari kesalahan itu dilaporkan ke ibu. Akibatnya omelan ibu menghiasi hari gw saat itu, karena ibu merasa malu dianggap tidak bisa mengajari anaknya sopan-santun.

Memang untuk anak-anak Jawa yang tumbuh besar di abad 21, bahasa kromo menjadi sangat asing karena kita dituntut mempelajari bahasa asing dan lebih sering berbahasa nasional ketika di sekolah. Sangat jarang anak sekarang yang bisa kromo dengan baik dan benar. Pelajaran bahasa daerah di sekolah juga tidak menjamin siswanya bisa menguasai dengan baik. Walau dianggap durhaka secara lingua, orang tua tidak keberatan gw tidak kromo kepada mereka. Meskipun mereka masih keberatan kalo gw bicara bahasa Indonesia di rumah. Terutama ibu, beliau pasti menegur dengan menanyakan asal orang yang gw ajak bicara. Kalo dy masih berasal dari daerah yang berbahasa Jawa pasti gw kena marah. Karena walau bagaimanapun juga, bahasa merupakan salah satu identitas yang menjadi unsur pembangun harga diri suatu daerah.

1 komentar:

  1. Masih mending bisa kromo meski ngoko, paling parah kalau dah ga bisa kromo sama sekali.
    Tapi hal ini perlu juga untuk direnungkan dan ditindak lanjuti, kalau sekarang saja kita sdh ga bisa bicara kromo alus bagaimana nanti generasi setelah kita? bisa-bisa lama kelamaan bahasa jawa musnah dan ga pernah ada orang yang mengenalnya. wah sayang sekali ya.

    BalasHapus